29 June 2008

Safety dengan Kondisi Ban yang Baik


Pemeliharaan Ban
Ban adalah merupakan salah satu suku cadang dari kendaraan bermotor yang mempunyai fungsi khusus dan sangat penting dalam menentukan keselamatan dalam berkendaraan. Sehubungan dengan fungsinya pada kendaraan yang sangat penting tersebut, maka perlu cara pemakaian dan perawatan ban yang lebih baik agar tidak hanya diperoleh manfaat keselamatan saja, tetapi juga manfaat keekonomisan, manfaat kenyamanan, dan sebagainya.

Tujuan dari petunjuk keselamatan adalah memberikan pengetahuan mengenai cara memilih, menggunakan serta merawat yang tepat agar ban selalu dalam kondisi prima. Petunjuk keselamatan ini berisi hal-hal yang berhubungan dengan masalah tersebut agar pemakai tidak salah dalam menentukan pemilihan ban yang sesuai dengan type kendaraan, kondisi operasi dan cara-cara perawatannya.

Peliharalah tekanan angin karena merupakan faktor yang sangat penting yang perlu diperhatikan. Tekanan angin memiliki peranan tingkat pertama dari segi keselamatan. Dengan memperhatikan masalah pemeliharaan tekanan angin, akan dapat diketahui hal-hal lain seputar keselamatan diri.

Manfaat Keselamatan. Pencegahan pecah ban secara tiba-tiba. Kondisi ban dengan tekanan angin yang kurang, menyebabkan defleksi dengan cepat dan berlangsung cukup lama. Sehingga menyebabkan pembangkitan panas pada ban dipercepat dan lebih tinggi mengakibatkan pemisahan pada lapisan ban, sehingga ban bisa pecah secara tiba-tiba.

Jarak pengereman yang lebih baik. Dengan tekanan angin yang sesuai dengan beban, akan menghasilkan kontak area permukaan ban dengan jalan yang lebih luas sehingga daya cengkeram dan kemampuan pengereman menjadi lebih baik.
Sebaliknya, tekanan angin yang tidak sesuai dengan beban akan menghasilkan kontak area yang sempit, pengurangan daya cengkeram, sehingga akan mengurangi kemampuan pengereman.

Kestabilan mengemudi terutama pada kecepatan tinggi atau tikungan. Tekanan angin yang sesuai dengan beban akan membuat dinding samping pada ban menjadi kuat untuk menahan gaya pada saat kendaraan menikung atau berpindah lajur. Tekanan angin yang kurang akan menyebabkan dinding samping pada ban menjadi lemah, sehingga pada saat menikung atau berpindah lajur, kendaraan menjadi kurang stabil. Tekanan angin yang kurang akan menyebabkan ban lebih cepat rusak.

Manfaat Keekonomisan. Umur Pemakaian Ban Yang lebih lama. Tekanan angin kurang akan mengakibatkan keausan telapak ban terjadi lebih cepat pada bagian ujung telapak ban, sehingga umur ban menjadi lebih pendek dari yang seharusnya.

Tekanan angin lebih akan menyebabkan gesekan telapak ban dengan permukaan jalan hanya terjadi pada bagian tengah telapak ban, sehingga umur ban menjadi lebih pendek dari yang seharusnya.

Tekanan angin yang sesuai dengan beban akan menyebabkan telapak ban yang bergesek dengan permukaan jalan menjadi lebih merata pada semua bagian, sehingga memaximalkan umur pemakaian ban.

Daya Tahan Terhadap Kerusakan Yang Lebih Baik. Tekanan angin yang tidak sesuai dengan beban akan menyebabkan kerusakan pada ban seperti retak pada alur telapak ban, retak pada dinding samping ban, lepas lapisan karena panas dan telapak ban aus tidak merata.

Manfaat Kenyamanan. Tekanan angin yang tidak sesuai, akan menyebabkan keausan tidak merata pada telapak ban, sehingga akan menimbulkan suara mendengung pada telapak ban dan getaran kendaraan yang berlebihan, karena telapak ban aus tidak merata. Semoga informasi ini bermanfaat untuk kalian, ok bro n sis?


(Sumber : Motorplus-online.com)

Pentingnya Safety Riding Bagi Setiap Pengendara

Penegakan Hukum Solusi Atasi Macet
Mungkin Gottlieb Daimler and Wilhelm Maybach sebagai perancang pertama sepeda motor pada tahun 1885 tak pernah membayangkan fenomena sepeda motor di Jakarta saat ini.
Saat jumlah sepeda motor begitu booming di Jakarta, dan membawa segudang masalah termasuk tingginya fatalitas korban kecelakaan di jalan raya, maka dianggaplah sepeda motor sebagai biang kerok kesemrawutan lalu lintas di Jakarta.
Tetapi disisi lain motor adalah alat penolong warga Jakarta dan sekitar dalam menghadapi persoalan transportasi darat. Pemerintah sendiri melonggarkan kebijakan pemilikan motor karena melihatnya sebagai salah satu instrumentasi pendapatan, didukung begitu kuatnya para pengusaha mengemas hukum hukum ekonomi sehingga menggelapkan pandangan visioner dari pengambil kebijakan.
Kalau mau jujur, kemacetan di Jakarta bukan hanya faktor sepeda motor, tetapi juga karena amburadulnya sistim transportasi darat kita dan terutama pada sistim transportasi publik. Persoalan lain adalah pertumbuhan ruas jalan yang maksimal 0,01% per tahun jauh jomplang dengan perkembangan jumlah kendaraan yang setiap harinya bertambah 269 unit mobil baru dan 1.235 unit motor baru di Jakarta (Kompas, 20 Juni 2008). Ruas jalan semakin sempit lagi dengan program Transjakarta yang ternyata tidak termasuk perencanaan kota.
Lalu siapa lagi yang mau disalahkan, Angkot? Angkot alias angkutan perkotaan memang sangat senang berhenti sembarangan menaikkan atau menurunkan penumpang. Jalan pun jadi macet. Spontan kita menyalahkan angkot sebagai penyebab kemacetan. Tapi kita lupa menyadari bahwa supir angkot mendapatkan penghasilan berbasis dari berapa banyak dia bisa mendapatkan penumpang bukan penghasilan tetap perhari-perminggu atau perbulan. Kita juga lupa bahwa pada saat saat tertentu jumlah angkot tidak seimbang dengan jumlah penumpang yang harus diangkut.
Kesalahan kemudian ditimpakan juga kepada mobil pribadi. Pengguna mobil pun tak mau disalahkan, kareana kenyataannya mereka tidak bisa beralih ke angkutan umum, karena angkutan umum kita masih jorok, tidak aman dan tidak tepat waktu.
Walhasil, semua pihak saling menyalahkan. Kemacetan tetap saja terjadi setiap hari. Ujungnya berefek kepada kerugian ekonomi yang besar,dimana tidak hanya menghambat roda ekonomi namun juga pemborosan energi 5,7 triliun rupiah (sumber: Tempo Interaktif, Rabu, 22 aret 2006).
Hutan Rimba, Hukum Rimba
Saat ini kondisi jalan raya di Jakarta sudah seperti hutan rimba. Lihat saja, aturan main mana saat ini yang tidak dilanggar. Mulai dari kelayakan angkutan umum sampai dengan berhenti di bawah rambu larangan parkir. Kita semua tahu dan sadar bahwa di Jakarta ini ada seperangkat aturan main yang mengatur kenyamanan masyarakat bertransportasi di kota ini. Namun kenyataan sehari-hari masih jauh panggang dari api. Bukan hukum dan aturan lalu lintas yang dipakai, tapi hukum rimba. Siapa yang kuat, dia yang menang. Masing masing pengendara berjuang untuk survive di hutan rimba jalan raya.
Seperangkat pasal peraturan lalu lintas pun nyaris tidak berfungsi. Ada aturan layak jalan untuk kendaraan, namun tetap saja bajay dan bus dengan asap hitam dapat beroperasi. Hampir disetiap perempatan lampu merah serombongan pengendara sepeda motor berhenti di jalur zebra cross, angkot dan bus kota ngetem seenaknya di mulut-mulut jalan, mobil dan motor parkir di trotoar dan dibawah rambu larangan parkir. Perilaku pengemudi transjakarta pun seringkali tidak mencerminkan awak kendaraan yang profesional, dibanyak titik masih ditemui beberapa pengemudi berhenti jauh di depan garis stop dan melibas zebra cross yang merupakan hak pejalan kaki. Bahkan disaat ada kesempatan berani untuk menerobos lampu merah. Tidak ada bedanya dengan pengendara angkutan umum biasa. Hanya saja mereka berdasi dan berjas. Ada ribuan pelanggaran lainnya yang berimbas terhadap keruwetan dan kesemrawutan yang berujung bertambahnya kemacetan jalan raya di Jakarta.
Ketidakkonsistenan pemerintah menegakkan aturan lalu lintas ikut menyumbang porsi besar atas kesemrawutan ini. Lihat saja, aturan menyalakan lampu sepeda motor di siang hari dan menggunakan lajur kiri bagi sepeda motor. Nasib serupa dialami dengan peraturan kewajiban melakukan uji emisi. Ibarat peribahasa hangat-hangat tahi ayam, di awal peraturan keluar semangat, tapi setelah itu longgar lagi. Walhasil, tak ada efek jera dan disiplin bagi masyarakat, selanjutnya ada dan tidak ada peraturan sama saja !
The Window Breaking Theory
Muncullah begitu banyak wacana solusi jangka pendek untuk mengatasi kesemerawutan tata transportasi di Jakarta : Angkutan masal yang murah dan nyaman sebagai bagian dari pola transportasi yang ideal, usulan tentang kuota penjualan dan peredaran kendaraan pribadi, pembenahan izin mengemudi, izin kelayakan kendaraan, penataan parkir, kepatuhan terhadap rambu rambu lalu lintas, perbaikan koordinasi perizinan pekerjaan perbaikan infrastruktur yang berpotensi menimbulkan kemacetan, dll.
Namun yang paling utama harus dibenahi adalah penegakan peraturan dan penindakan tegas bagi para pelanggar lalu lintas. Sungguh sayang dana yang sudah terpakai untuk mewujudkan seperangkat aturan jika nantinya hanya menjadi lembar tak berguna. Setidaknya ini sebagai modal awal sambil menunggu terwujudnya pola transportasi makro yang ideal di Jakarta.
Jika pemerintah mau bertindak tegas terhadap para pelanggar, paling tidak 25% dari jumlah kemacetan mungkin bisa dikurangi. Seluruh peraturan dilaksanakan secara konsisten sehingga fungsi infrastruktur transportasi pun dapat maksimal. Tentunya perkara mendisiplinkan orang bukan urusan yang mudah, tapi hal ini wajib dilakukan. Ketidaktersediaan sumberdaya jangan selalu dijadikan alasan ketidakmampuan pemerintah untuk memberlakukan sanksi yang tegas bagi para pelanggar aturan tanpa pandang bulu. Peraturan harus ditegakkan secara konsisten dan terus menerus dengan segala upaya dan mekanisme yang ada.
Penerapan tegas aturan three in one bisa menjadi contoh. Di luar masalah perjokian, pemerintah dinilai cukup sukses untuk menjalankan program ini. Masyarakat jera dan peduli untuk tidak melanggar. Pun jika ada jumlah pelanggar hanya satu dua setiap harinya. Langkah tegas seperti ini jika dilaksanakan dengan sistematis akan mengeliminir kekhawatiran Ditlantas Polda Metro Jaya yang saat ini lebih memprioritaskan kelancaran lalu lintas, ketimbang penegakan hukum ( Kompol Sambodo, koord Trafic Manjement Centre, pada Safety Riding Course HTML untuk PT Connel Wagner Indonesia, 5 Juli 2008 ).
Tak pernah habis orang berbicara dan menganalisa tentang kemacetan lalu lintas karena kemacetan di Jakarta dan sekitarnya yang merupakan puncak gunung es dari masalah transportasi darat. Kemacetan bukanlah sebab, tetapi akibat dari sejumlah persoalan lalu lintas yang tak pernah tertuntaskan.
The window breaking theory yang terkenal efektif untuk menertibkan masyarakat kota New York dan fans fanatik klub sepak bola Inggris yang terkenal brutal tersebut bisa menjadi salah satu solusi menarik. Aturan yang baik dan kuat tidak akan berjalan tanpa implementasi konsisten dan sanksi tegas yang tidak pandang bulu.
Tentu saja ini adalah langkah jangka pendek, sambil menunggu baiknya sistim tranportasi secara keseluruhan, sambil berharap bahwa kemacetan akhirnya tidak dijadikan komoditi politik dari para penguasa(SY)*